TUGAS
PROJEK SEJARAH
MENGANALISA
PERANG DIPONEGORO
Disusun Oleh :
Acitia Prabawanto (01)
XI MIA II
SMA N 1 BANTUL YOGYAKARTA
SEMESTER I / KELAS XI
2014/2015
DAFTAR
ISI
Daftar
Isi............................................................
1
Bab
I...................................................................
2
Bab
II..................................................................
3
Bab
III................................................................
6
Daftar
Pustaka..................................................
7
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Tokoh Pangeran Diponegoro
Diponegoro adalah putra sulung Hamengkubuwana III, seorang raja Mataram di Yogyakarta. Lahir pada tanggal 11 November
1785 di Yogyakarta dari seorang garwa ampeyan (selir) bernama R.A. Mangkarawati, yaitu seorang garwa ampeyan
(istri non permaisuri) yang berasal dari Pacitan. Pangeran Diponegoro bernama kecil
Raden Mas Ontowiryo.
Menyadari kedudukannya sebagai putra seorang selir,
Diponegoro menolak keinginan ayahnya, Sultan Hamengkubuwana III, untuk mengangkatnya menjadi raja.
Ia menolak mengingat ibunya bukanlah permaisuri. Diponegoro mempunyai 3 orang
istri, yaitu: Bendara Raden Ayu Antawirya, Raden Ayu Ratnaningsih, & Raden
Ayu Ratnaningrum. Diponegoro lebih tertarik pada kehidupan keagamaan dan
merakyat sehingga ia lebih suka tinggal di Tegalrejo tempat tinggal eyang buyut
putrinya, permaisuri dari HB I Ratu Ageng Tegalrejo daripada di keraton.
B.
Sebab Perlawanan yang dilakukan
Pangeran Diponegoro
Pemberontakannya terhadap keraton dimulai sejak kepemimpinan
Hamengkubuwana V (1822) dimana Diponegoro menjadi salah
satu anggota perwalian yang mendampingi Hamengkubuwana V yang baru berusia 3
tahun, sedangkan pemerintahan sehari-hari dipegang oleh Patih
Danurejo
bersama Residen Belanda. Cara perwalian seperti itu tidak disetujui Diponegoro.
Selain itu Pangeran Diponegoro melawan Belanda karena rakyat dibelit oleh
berbagai bentuk pajak dan pungutan yang menjadi beban turun-temurun dan kalangan
kraton hidup mewah dan tidak mempedulikan penderitaan rakyat. Selain itu
Pangeran Diponegoro ingin melawan Belanda karena Pangeran Diponegoro tersingkir
dari elite kekuasaan, karena menolak berkompromi dengan pemerintah kolonial,
dan Pemerintah kolonial melakukan provokasi dengan membuat jalan yang menerobos
makam leluhur Pangeran Diponegoro. Hal tersebut membuat Pangeran Diponegoro
ingin melakukan perlawanan terhadap pemerintah kolonial.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Masa Perlawanan
Sikap Diponegoro yang menentang Belanda secara terbuka,
mendapat simpati dan dukungan rakyat. Di
bawah kepemimpinan Diponegoro, rakyat pribumi bersatu dalam semangat "Sadumuk
bathuk, sanyari bumi ditohi tekan pati"; sejari kepala sejengkal tanah
dibela sampai mati. Atas
saran dari Pangeran Mangkubumi, pamannya, Diponegoro menyingkir
dari Tegalrejo, dan membuat markas di sebuah goa yang bernama Goa Selarong. Saat itu, Diponegoro menyatakan
bahwa perlawanannya adalah perang
sabil,
perlawanan menghadapi kaum kafir. Semangat "perang sabil"
yang dikobarkan Diponegoro membawa pengaruh luas hingga ke wilayah Pacitan dan Kedu. Salah seorang tokoh agama di Surakarta, Kyai Maja, ikut bergabung dengan pasukan
Diponegoro di Goa Selarong. Perjuangan Pangeran Diponegoro ini didukung oleh
S.I.S.K.S. Pakubuwono VI dan Raden Tumenggung Prawirodigdaya Bupati Gagatan.
Selama perang ini kerugian pihak Belanda tidak kurang dari 15.000 tentara dan
20 juta gulden.
B.
Masa Penangkapan
Pada 28 Maret 1830 Diponegoro menemui Jenderal de Kock di Magelang, ketika itu sedang memasuki bulan
Ramadhan. De Kock memaksa mengadakan perundingan dan mendesak Diponegoro agar
menghentikan perang. Permintaan itu ditolak Diponegoro. Tetapi Belanda telah
menyiapkan penyergapan dengan teliti. Hari itu juga Diponegoro ditangkap dan
diasingkan ke Ungaran, kemudian dibawa ke Gedung Karesidenan Semarang, dan langsung ke Batavia menggunakan kapal Pollux
pada 5 April.
Atas dasar
sportivitas, siapa yang kalah mengikuti yang menang, Diponegoro tanpa kehendak
melawan, mengikuti putusan pemerintah kolonial, yaitu dibuang. Ia hanya minta
kalau meninggal jenazahnya dimakamkan di Yogyakarta, dekat saudaranya. Hal itu
terbukti tidak dikabulkan.
Tanggal 11 April 1830 sampai di Batavia dan ditawan di Stadhuis
(sekarang gedung Museum Fatahillah). Sambil menunggu keputusan
penyelesaian dari Gubernur Jenderal Van den Bosch.
C.
Masa Pembuangan
Pada tanggal 30 April 1830 keputusan pun keluar. Pangeran
Diponegoro, Raden Ayu Retnaningsih, Tumenggung Diposono dan istri, serta para
pengikut lainnya seperti Mertoleksono, Banteng Wereng, dan Nyai Sotaruno akan
dibuang ke Manado. Selanjutnya pada tanggal 3
Mei
1830 Diponegoro dan rombongan
diberangkatkan dengan kapal Pollux ke Manado dan ditawan di benteng
Amsterdam.
Tahun 1834 mereka dipindahkan ke benteng Rotterdam di Makassar, Sulawesi Selatan. Terakhir pada tanggal 8 Januari 1855 Diponegoro wafat dan dimakamkan di
kampung Jawa Makassar, Sulawesi Selatan.
D.
Taktik Belanda dalam melawan
Pangeran Diponegoro
1. Belanda mengadakan sayembara untuk menangkap Pangeran Diponegoro dengan Hadiah 50.000 Gulden bagi siapa saja yang bisa menangkap Diponegoro.
2.
metode
perang terbuka (open warfare), maupun metode perang gerilya (geurilia
warfare) yang dilaksanakan melalui taktik hit and run dan
penghadangan.
3.
Belanda
menggunakan cara (spionase) dimana kedua belah pihak saling memata-matai
dan mencari informasi mengenai kekuatan dan kelemahan lawannya.
E.
Nilai-Nilai yang dapat diambil
Kita dapat mengambil banyak nilai-nilai dari perlawanan yang
dilakukan oleh Pangeran Diponegoro. Walaupun Belanda menggunakan taktik, siasat
dan prajurit yang banyak namun Pasukan Pangeran Diponegoro tetap berani dan
gigih dalam melakukan aksinya. Beberapa nilai yang dapat diambil yaitu :
1.
Keberanian
Keberanian, itulah sifat seorang
Pahlawan. Keberanian untuk mengatakan dan bertindak yang salah adalah salah dan
yang benar adalah benar. Keberanian merupakan potensi yang dimiliki seseorang
yang tertanam namun juga dapat diasah melalui pembelajaran yang terproses. Bangsa ini sangat membutuhkan
orang-orang yang berani dalam menghadapi
semua tantangan dalam negeri ini.
2.
Kesabaran
Kesabaran adalah
nafas yang menentukan lama tidaknya sebuah keberanian bertahan dalam diri
seorang pahlawan. Pangeran Diponegoro tetap sabar untuk berjuang bersama rakyat selama
5 tahun dan tidak tunduk kepada penjajah Belanda Kesabarannya itulah yang tetap
mampu dipertahankan meski di saat-saat banyak ancaman.
Kesabaran
itulah yang kita butuhkan untuk mempertahankan prinsip-prinsip hidup yang benar
sesuai tuntunan Illahi bukan sekedar nafsu semata. Tidak sedikit di antara kita
yang kemudian putus asa atau mencari aman saja dari tantangan yang seharusnya
kita hadapi.
3. Pengorbanan
Pangeran
Diponegoro menolak untuk menjadi raja dan rela berkorban untuk berjuang untuk rakyatnya
yang telah tertindas dan menderita.
Kita
seharusnya mencontoh hal tersebut, karena saat banyak orang yang tidak peduli
terhadap orang lain, dan kita hanya mementingkan kepentingan sendiri.
BAB III
KESIMPULAN
1. Keberanian : Pangeran Diponegoro sadar betul akan resikonya melawan
Belanda akan seperti apa. Namun, sekali lagi yang benar memang harus
diperjuangkan dan yang salah perlu disadarkan untuk kemudian diluruskan.
2. Kesabaran : kesabaran adalah daya tahan psikologis yang menetukan
sejauh apa kita mampu membawa beban idealisme kepahlawanan, dan sekuat apa kita
mampu survive dalam menghadapi tekanan hidup.
3. Pengorbanan : kita membutuhkan sosok seperti Pangeran Diponegoro untuk
kita tauladani baik dalam semangat maupun kehidupannya. Sosok yang dapat kita
contoh dan mampu menggerakan harapan bangsa.
DAFTAR PUSTAKA